Jangan kamu bersusah hati, sebab sukacita karena Tuhan itulah perlindunganmu.
Nehemia 8:10b
Pagi itu Clara bergegas keluar rumah dengan semangat. Ia sudah mempersiapkan diri untuk wawancara kerja yang menjadi harapan besarnya setelah berbulan-bulan menganggur. Namun, hujan deras mengguyur kota sejak subuh. Sepatu yang baru ia semir menjadi basah kuyup, rambutnya lepek, dan perjalanan ke kantor yang seharusnya memakan waktu tiga puluh menit berubah menjadi dua jam penuh macet. Saat ia akhirnya sampai di halte terakhir, sebuah pesan singkat muncul di layar ponselnya: "Mohon maaf, wawancara dibatalkan. Posisi telah terisi." Dunia seakan runtuh di hadapannya. Dengan langkah gontai, ia duduk di bangku halte yang dingin dan menatap ke luar jendela yang dipenuhi embun. Air matanya menetes, bercampur dengan hujan yang masih menetes di ujung rambutnya.
Seorang ibu tua yang duduk di sampingnya memperhatikan Clara dengan tatapan lembut. "Nak," katanya pelan, "jangan biarkan hujan ini membuatmu lupa bahwa matahari masih ada di balik awan. Kadang sukacita itu tidak datang karena keadaan baik, tetapi karena kita percaya bahwa Tuhan tetap baik di tengah keadaan yang tidak baik." Kata-kata itu sederhana, tetapi menembus hati Clara. Dalam diam, ia merenung. Benarkah sukacita itu bisa hadir meskipun hati sedang sedih? Bukankah wajar merasa kecewa saat hal yang kita harapkan tidak terjadi? Namun perlahan, Clara mulai mengingat bagaimana Tuhan telah menolongnya berkali-kali di masa lalu—dalam hal-hal kecil yang sering ia abaikan: kesehatan, keluarga yang mendukung, bahkan teman-teman yang setia mendoakan.
Ayat dari Nehemia 8:10b lahir dari momen ketika bangsa Israel baru saja mendengar pembacaan Taurat dan menyadari dosa-dosa mereka. Mereka menangis karena merasa bersalah, tetapi Nehemia berkata agar mereka tidak bersedih, karena sukacita Tuhan adalah perlindungan mereka. Sukacita itu bukan hasil dari situasi menyenangkan, tetapi dari kesadaran bahwa Tuhan telah menebus, memulihkan, dan menyertai mereka. Sukacita dalam Kristus tidak tergantung pada keadaan, melainkan pada hubungan kita dengan Allah yang penuh kasih dan setia.
Dalam kehidupan modern, banyak orang mencari kebahagiaan di tempat yang salah. Ada yang berusaha menemukannya dalam kesuksesan, harta, popularitas, atau pencapaian. Namun, kebahagiaan itu sering bersifat sementara. Ketika semuanya hilang, hati kembali kosong. Sukacita dalam Kristus berbeda, karena berasal dari sumber yang tidak pernah berubah. Saat kita tahu bahwa hidup kita ada di tangan Tuhan, kita bisa tetap bersyukur bahkan ketika keadaan tidak berjalan sesuai rencana.
Contohnya sederhana. Seorang ayah yang kehilangan pekerjaan tetapi tetap mengucap syukur karena masih bisa makan bersama keluarganya setiap malam. Seorang pelajar yang gagal dalam ujian tetapi tetap percaya bahwa Tuhan sedang menyiapkan jalan lain yang lebih baik. Seorang ibu yang lelah merawat keluarganya tetapi tetap bernyanyi memuji Tuhan di tengah kesibukan rumah tangga. Inilah wajah-wajah sukacita yang sejati—bukan karena semuanya mudah, tetapi karena mereka tahu bahwa Tuhan selalu hadir di tengah perjuangan.
Sukacita dalam Kristus juga mengubah cara kita menghadapi dunia. Ketika kita memiliki sukacita dari Tuhan, kita menjadi pribadi yang membawa damai. Kita tidak mudah terbawa emosi, tidak cepat menyerah, dan mampu menguatkan orang lain. Sukacita ini membuat kita memandang hidup bukan sebagai beban, tetapi sebagai kesempatan untuk memuliakan Tuhan. Bahkan dalam hal kecil, seperti menolong rekan kerja yang kesulitan, menghibur teman yang sedang berduka, atau mengucap syukur sebelum tidur, kita sedang menyalakan cahaya sukacita Tuhan di dunia yang gelap.
Mari kita bertanya kepada diri sendiri: Apakah aku masih bisa bersyukur hari ini? Apakah aku mengizinkan sukacita Tuhan mengalir di hatiku, atau aku membiarkan kekhawatiran menguasai pikiranku? Apakah aku mencari kebahagiaan di luar Kristus, padahal hanya Dia sumber sukacita sejati? Jika kita mulai melatih diri untuk melihat kebaikan Tuhan dalam setiap hal, sukacita itu akan tumbuh, melampaui keadaan apa pun.
Hari ini, marilah kita mengambil langkah nyata. Alih-alih mengeluh tentang apa yang belum kita miliki, marilah kita bersyukur atas apa yang sudah Tuhan berikan. Luangkan waktu untuk berdoa, bukan hanya saat kita membutuhkan sesuatu, tetapi juga untuk berterima kasih. Bagikan senyum, kata penghiburan, atau pertolongan kecil kepada seseorang di sekitar kita. Kadang sukacita kita bertambah justru ketika kita membagikannya.
Bersukacitalah senantiasa. Tetaplah berdoa. Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.
1 Tesalonika 5:16–18
Tuhan Yesus, Engkaulah sumber sukacita sejati dalam hidup kami. Saat hati kami lelah dan kecewa, ajarlah kami menemukan kekuatan di dalam hadirat-Mu. Tolong kami agar tidak mencari kebahagiaan di luar-Mu, tetapi tetap bersyukur dan percaya bahwa Engkau memegang kendali. Jadikan kami pembawa sukacita bagi orang lain, agar hidup kami menjadi kesaksian tentang kasih dan anugerah-Mu. Dalam nama Yesus kami berdoa. Amin.